Sporty Magazine official website | Members area : Register | Sign in

Remaja : Pilar Pembangun & Peruntuh Bangsa

Monday, March 22, 2010

Share this history on :
Remaja memegang peran penting dalam tugasnya sebagai pewaris bangsa. Namun mereka juga memiliki dua sisi yang bertolak belakang, mengingat kemampuan mereka untuk menjadikan suatu negara bangkit dari lamunan. Di lain sisi, mereka juga bisa meruntuhkan secara kilat kejayaan bangsa yang telah dirangkai dengan sulaman darah pejuang. Ketika generasi muda rusak, berarti kita kehilangan satu generasi yang akan melanjutkan estafet perjuangan. Merekalah yang nantinya menggantikan tugas tokoh-tokoh saat ini.
Remaja adalah sosok yang masih labil. Seringkali lepas kontrol, tidak bisa mengendalikan diri. Kadang mereka melakukan suatu hal tanpa memperhatikan akibat dari perbuatannya . Oleh karena itu, peran keluarga terutama orang tua sangat dibutuhkan dalam mengontrol remaja.
Baik buruknya remaja dapat dipengaruhi dari beberapa faktor. Faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal, seperti halnya pendidikan. Tak dapat dipungkiri bahwa pendidikan memberi dampak yang cukup signifikan bagi seseorang. Dan pendidikan yang pokok berasal dari orang tua. Kontak fisik yang terjalin sejak lahir harus disertai dengan penanaman sifat-sifat terpuji. Orang tua sebagai guru sejati bagi putra-putrinya harus bisa memberi teladan yang baik. Sehingga mereka tidak perlu jauh-jauh mencari panutan dari media, maupun dari lingkungan sekitar yang belum tentu aman untuk dijadikan panutan. Karenanya, hendaknya para orangtua melakukan koreksi diri ketika putranya sedikit menyimpang. Karena dimungkinkan kesalahan ada pada didikan orang tua yang kurang tepat.
Peran keluarga dalam penyuntikan moral pada remaja sangatlah penting. Mengingat pendidikan di Indonesia saat ini hanya terfokus pada IQ. Nutrisi otak dibela mati-matian, tapi mirisnya, pendidikan yang mengarah pada baiknya budi, nol !! Pendidikan di Indonesia memerlukan pembenahan. Pendidikan keilmuan saja tanpa disertai pendidikan keagamaan hanya akan membentuk sosok yang pintar, tapi tidak benar. Para peracik bom yang membahayakan jiwa orang lain adalah contoh orang yang pintar tapi tidak benar.
Sedangkan pengaruh eksternal, sebagaimana globalisasi barat, masa remaja adalah masa pencarian jati diri. Mereka mudah meniru dan tersugesti dari luar. Apalagi ada anggapan bahwa negara barat memang patut dijadikan panutan dalam beberapa hal. Tapi bukan berarti harus meniru semua hal tanpa filter terlebih dahulu. Padahal tujuan awal mereka mencari jati diri. Tapi yang terjadi mareka malah kehilangan jadi diri. Pengikisan kebudayaan terjadi besar-besaran. Padahal generasi mudalah yang bertugas menjaga kelestarian budaya.
4F (Fun, Fashion, Food, Faith) dan 4S (Sing, Sex, Sport, Smoke) yang dilancarkan pihak barat dalam waktu sekejap saja membuahkan hasil fantastis. Pesatnya perkembangan hypermarket dan mall membuat acara mejeng menjadi sebuah budaya yang harus dipupuk. Umumnya remaja mempunyai agenda tertentu untuk sekedar window shopping di mall. Sedangkan durasi mereka mengunjungi perpustakaan bisa dibilang sangat minim. Ajang pencarian bakat di Indonesia menjamur. Mereka bahkan rela mengantri diantara ribuan orang lainnya demi mendapat selembar "surat sakti" persyaratan audisi. Pihak penyelenggara pun mengklaim bahwa mereka telah menjadi super hero ketika berhasil menyulap sosok "biasa" menjadi sosok "tidak biasa". Kebanggaan mereka semakin menjadi-jadi ketika pundi-pundi uang mereka semakin sesak akibat semakin membludaknya pengirim SMS. Memang. Remaja yang lolos dalam ajang pencarian bakat tersebut akan mendapatkan pelatihan untuk mengembangkan talenta yang mereka miliki. Yang lebih menggiurkan lagi, mereka mendapat popularitas instan yang diras sangat membanggakan dan uang yang mereka dapatkan pun bisa mendongkrak perekonomian keluarga. Efek negatifnya, dikhawatirkan remaja menjadi sosok yang maunya seba instan tanpa harus bersusah payah terlebih dahulu. Tentunya ini omong kosong belaka. Karena kesuksesan hanya bis diraih dengan kegigihan dan kerja keras. Lebih parah lagi kalau mereka berprinsip bahwa popularitas yang menjanjikan keuntungan finansal berlimpah lebih menarik dibanding mereka harus mengenyam pendidikan bertahun-tahun tapi tdaik menjanjikan pekerjaan yang mapan. banyak hal yang mereka korbankan selama mereka mengikuti tes semacam ini. Jauh-jauh hari mereka disibukkan oleh tetek bengek keperluan audisi. Tak peduli masa ujian telah dekat. Pikiran mereka hanya terkonsentrasikan pada kesuksesan semu yang nantinya mereka dapat. Kalupun mereka sukses, itupun tak bertahan lama. Sejenak mereka terlenakan oleh kehidupan glamour para bintang. Pada akhirnya mereka harus menghadapi kehidupan mereka yang sebenarnya. Kehidupan yang biasa mereka jalani sebelumnya. Dan kalau mereka tidak tahan dengan kemerosotan popularitas yang menikung drastis, bisa-bisa mereka stress. Rasanya tidak etis kalau harus mengeksploitasi pelajar usia sekolah. Seharusnya mereka konsen pada pendidikan mereka. Bukannya dijadikan 'budak bisnis' oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Di masa enerjiknya, remaja harus diberikan kesibukan yang positif. Sehingga mereka tidak terfokus pada hal-hal remeh yang tidak bermanfaat. Demikian halnya dengan orang tua. Mereka harus membuat sinergi positif dengan putra-putrinya. Perbedaan usia bukan alasan untuk tidak saling mengerti satu sama lain.
Remaja adalah aset bangsa yang sangat berharga. Mungkin kini saatnya para pembesar negeri ini memikirkan cara yang lebih canggih lagi untuk 'mempercanggih' generasi muda negeri ini. Sehingga nantinya Indonesia akan berada di barisan terdepan dengan negara-negara maju lainnya.
Thank you for visited me, Have a question ? Contact on : youremail@gmail.com.
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...

0 comments:

Post a Comment